Minggu, 16 Agustus 2009

Sales Force Automation Sistem (SFA)

Penggunaan salesforce automation (SFA) system merupakan salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang bertujuan sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kinerja sales force/salesman/tenaga penjual dan juga berfungsi sebagai alat bantu yang dapat dipergunakan untuk mengumpulkan data pasar, mencatat transaksi, dan mengirimkan data - data tersebut ke sistem (back office) utama perusahaan, yang nantinya dipergunakan sebagai sumber informasi untuk departemen sales.
Sales force sebagai ujung tombak perusahaan yang berhubungan langsung dengan distributor (fihak luar) ataupun konsumen selain menjalankan fungsi penjualan, distribusi produk juga sekaligus mengumpulkan informasi pasar. Dalam melakukan aktifitas tersebut, sales force memerlukan alat bantu untuk mempermudah dan melancarkan kegiatan hariannya. Kegiatan operasional sales force akan berhubungan dengan metode penjualan dan model distribusi produk dari perusahaan yang berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Metode penjualan dan model distribusi produk juga merupakan satu strategi yang dipergunakan setelah melalui proses pengamatan terhadap faktor ekternal dan internal perusahaan. Distribusi produk merupakan satu rantai arus aliran produk mulai dari manufacturing, kemudian ke channel dibawahnya (sub distributor) sampai pada level toko-toko retail yang diharapkan akan mempermudah konsumen di dalam mendapatkan produk. Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa distribusi merupakan strategi perusahaan di dalam menyebarkan produknya untuk lebih mengenalkan dan memasarkan produk pada berbagai tingkatan distributor dengan harapan akan semakin mendekatkan produk pada konsumen akhir, sehingga selain mempermudah konsumen di dalam mendapatkan produk juga merupakan satu keselarasan strategi di dalam aktivitas marketing. Dengan demikian pola distribusi produk pada perusahaan – perusahaan khususnya pada consumer goods tidak dapat sepenuhnya tergantung pada channel agen atau toko – toko grosir tetapi juga harus mempertimbangkan konsistensi distribusi pada toko-toko yang lebih dekat dengan konsumen.

Perlunya konsistensi aliran distribusi produk pada toko-toko yang dekat dengan konsumen seperti warung, kantin, dan lain–lain akan memerlukan satu proses aliran yang mengarahkan produk untuk dapat sampai pada level distributor tersebut. Proses aliran produk ini selain memanfaatkan jaringan dari sub distributor diatasnya, juga memerlukan penggunaan tenaga salesforce untuk menjaga pemerataan distribusi di level tersebut.
Untuk itu diperlukan penggunaan teknologi sebagai alat bantu proses Planning, Organizing, Directing and Controlling yang mengarahkan dan mempermudah proses kerja sales force. Aplikasi teknologi ini di desain sesuai dengan proses yang dilakukan oleh sales force pada saat melakukan operasional penjualan, sehingga menjadi standar operasional agar tidak terdapat penyimpangan terhadap aturan perusahaan maupun meminimalkan gap antar salesforce, khususnya yang berhubungan dengan pengalaman maupun kompetensi antar salesforce. Hal ini sesuai dengan penelitian Keillor, et al, (1997). bahwa dengan teknologi perusahaan akan lebih efektif karena lebih mudah di dalam memberdayakan dan mengatur sales force.
Penggunaan SFA sebagai bentuk implementasi strategi fungsional pada departemen sales, dimana sistem SFA yang dirancang, diharapkan memudahkan sales force dalam mengakses dan memberikan informasi dengan cepat, sehingga bisa memberikan manfaat dalam merealisasikan penjualan dan meningkatkan produktifitas.
Dukungan tersebut bisa mengurangi frustasi sales force berkaitan dengan aktifitas-aktifitas non penjualan (administrasi pencatatan penjualan, rekapitulasi data distribusi dan survey pasar/kompetitor) yang diperlukan oleh departemen sales pada berbagai tingkatan manajemen untuk keperluan analisa data pasar maupun supporting untuk penjualan.
Meskipun keuntungan dari sistem SFA banyak dikemukakan, namun tingkat keberhasilan implementasi sistem SFA masih rendah (Schaffer 1997,Stain 1998) dalam Gohmann,et al. (2005). Para peneliti saat ini mengevaluasi penyebab kegagalan implementasi SFA ( Keillor et al.1997; Parthasarathy et al. 1997; Rivers et al. 1999; Engle et al. 2000; Morgan et al. 2001; Erffmeyer et al. 2001; Pullig et al. 2002; Speier et al. 2002; Jones et al., 2002;Widmier et al., 2002) dalam Gohmann,et al.(2005), dimana dari hasil penelitian, ditemukan bahwa penerimaan sales force (user acceptance) terhadap sistem SFA merupakan faktor yang sangat penting dalam keberhasilan penerapan sistem tersebut. User acceptance adalah seberapa jauh individu merasa tidak mengalami tekanan yang tidak menyenangkan dan merasa nyamaan ketika menggunakan atau terlibat dalam suatu lingkungan baru. Perasaan ini akan timbul ketika individu tersebut bahwa kinerjanya akan lebih baik jika berada dalam lingkungan tersebut ,Kustono (2000) dalam J. Widyatmoko (2004).
Bagaimana dengan implementasi SFA di Indonesia???.

Tidak ada komentar: